Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika seorang istri sedang santai-santai, ingin “me time” dan benar-benar mau rileks, kemudian tiba-tiba suaminya yang baru pulang kerja merasa sangat capek dan ingin dipijat, maka secara alami wanita akan muncul perasaan tidak enak atau bahkan dongkol.
Nah, dalam situasi seperti ini level tertinggi dalam amal adalah menata hati kira-kira seperti ini,
“Alhamdulillah, aku harus senang. Suamiku masih mempercayai aku dan butuh kepadaku.”
“Bagaimana jika sudah tidak nyaman denganku yang bahkan berdekatan denganku saja sudah tidak sudi?”
“Bagaimana jika sudah tidak merasa butuh kepadaku, tidak mau bermanja-manja denganku, dan malah memilih tukang pijat perempuan di luar sana yang justru akan memfitnah agamanya?”
“Bismillah, aku akan berusaha melaksanakan perintah ini dengan sukarela, gembira dan bahagia. Semata-mata agar Allah rida.”
“Karena Rabbku memerintahkan aku supaya taat kepada suami, yang bahkan melebihi taatku kepada orang tuaku sendiri.”
“Allah juga memerintahkan aku melalui lisan rasul-Nya supaya mengejar rida suami dan mengabarkan bahwa jika aku mati dalam keadaan suami rida maka pasti aku akan masuk surga.”
“Allah juga mengabarkan melalui lisan Rasul-Nya bahwa jika aku bisa taat kepada suami, maka aku akan masuk surga dari pintu manapun yang aku kehendaki.”
“Masya Allah… bahagianya mendapatkan kesempatan amal seperti ini…”
Inilah level amal tertinggi, yakni amal yang dilakukan dengan suasana hati rida, gembira, ikhlas karena Allah dan yakin dengan janji Allah. Ini adalah amal dengan maqām rida (مقام الرضا).
Tapi jika belum mampu di level itu, maka tidak mengapa. Minimal miliki jiwa yang tangguh, tidak mudah mengeluh, kuat dan bisa menahan semua jenis kedongkolan dan rasa kecewa demi melakukan amal saleh karena Allah. Paksa jiwa untuk melakukan kebaikan walaupun kita tidak menyukai dan terasa berat di hati. Sanggup untuk tangguh dalam melakukan amal saleh walaupun tidak suka secara pasti akan mendatangkan banyak kebaikan bagi pelakunya.
Ini adalah amal dengan maqām ṣabr/tangguh/tabah (مقام الصبر).
Diriwayatkan Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Jika engkau mempu untuk beramal karena Allah dengan rida dalam keyakinan maka lakukanlah. Jika tidak mampu maka sesungguhnya dalam ketabahan terhadap apa yang tidak kamu sukai itu ada kebaikan.” (al-Zuhd li Hannād bin al-Sarī hlm 304)
***
Kasus istri di atas hanya contoh.
Bisa juga dibalik, misalnya istri sakit dan suami harus merawat.
Atau amal apapun…
Sebagai apapun…
Ayah yang sedang ogah-ogahan berangkat kerja mencari nafkah, ahli ilmu yang sedang lesu untuk berangkat mengajar, ahli ibadah yang tengah malas untuk rukuk dan sujud, mahasiswa yang tengah kehilangan semangat menggarap tugas akhir, sampai mereka yang putus cinta, diuji dengan sakit berat, terkena musibah yang memusingkan dan seterusnya…
13 Rajab 1444 H /4 Februari 2022 M pukul 10.33