Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Orang mukmin itu dari sisi intensitas dan kuantitas menikmati dunia yang mubah ada 3 macam:
- Muqill (الْمُقِلُّ)
- Mutawassith (الْمُتَوَسِّطُ)
- Muktsir (الْمُكْثِرُ)
Maksud muqill adalah minimalis dalam menikmati yang mubah. Beliau punya kesempatan untuk lebih banyak menikmati yang halal dan mubah tanpa dosa apapun. Tapi beliau memilih mengambil bagian dunianya sekedar cukup.
Contoh ulama yang seperti ini adalah Ahmad bin Hanbal.
Diriwayatkan beliau pernah menolak hadiah uang yang besar dan meminta diberikan orang lain yang lebih butuh. Padahal kondisi beliau sendiri sebenarnya juga butuh.
Adapun muktsir, maka maknanya adalah orang yang maksimalis dalam menikmati yang mubah dan halal. Contoh ulama yang seperti ini adalah Imam Malik.
Konon, karpet beliau untuk kajian tebalnya satu jengkal. Jadi murid-muridnya terasa nyaman sekali jika ngaji pada beliau.
Adapun mutawassit, maka beliau itu di antara keduanya.
***
Mukmin yang zuhud pun dari sisi menikmati dunia juga bisa masuk dalam tiga kategori di atas.
Saya jelaskan seperti ini agar tidak ada suuzan kepada ulama atau tokoh din yang lain dengan pilihan hidup masing-masing. Orang zuhud itu tidak identik dengan kemiskinan. Sebab zuhud adalah sikap hidup. Yakni menjadikan akhirat sebagai tujuan. Ciri utama zuhud adalah tidak pernah mengagungkan dunia.
Walaupun muktsir, orang tetap bisa disebut zuhud jika tampak sangat siap meninggalkan dunianya kapanpun jika dikehendaki Allah, tidak tampak mengajak orang untuk kagum dengan dunianya, dan tidak tampak menghebatkan dunia.
Malahan sikap hidupnya menunjukkan beliau meremehkan semua kemewahan itu, mencegah orang menjadikannya sebagai cita-cita, mengingatkan bahayanya, menunjukkan besarnya tanggungjawabnya, dan menekankan konsekuansinya di akhirat.
Semua yang dimilikinya itu juga sama sekali tidak mempengaruhi kecintaannya pada akhirat, malahan semuanya ditundukkan untuk membesarkan nama Allah. Tak jarang beliau menangis dengan segala kekayaan dan kenikmatan duniawi yang dimilikinya karena khawatir pahala amal salehnya disegerakan di dunia sehingga di akhirat tidak mendapatkan apa-apa.
Bagi muktsir yang zuhud, batu bata tidak ada bedanya dengan emas. Dapat emas sebesar gunung tidak lebay gembiranya, hilang semenit kemudian juga tidak mengubah hatinya. Sikap hidup beliau tetap konsisten dan tangguh dalam ketaatan kepada Allah.
Tidak dinamakan muktsir yang zuhud orang yang lisannya mengatakan “saya zuhud” atau “saya tidak menjadikan kemewahan ini sebagai tujuan”, tapi perilakunya justru mendustakan klaimnya. Misalnya dia dikenal membanggakan kemewahannya, suka cerita-cerita pencapaiannya, suka menunjukkan germerlap dunianya, suka memamerkan kelebihannya dan semua ciri-ciri ahlud dunyā yang lain.
Yakni sebuah sikap yang membuat para awam jadi salah paham terhadap dunia, salah paham terhadap zuhud, salah paham dengan kesalehan dan salah paham terhadap ulama teladan.
Sebuah sikap yang membuat para awam menjadi tamak dan bahkan mencinta-citakan kehidupan seperti sang tokoh. Bukan kehidupan sang tokoh dari sisi atmosfer keilmuan dan ketangguhan dalam menghadapi ujian, tetapi meneladaninya dari sisi pingin hidup nyaman dan enak seperti sang tokoh!
***
Adapun mukmin yang zuhud dan memilih muqill, berarti beliau memang ingin maksimal memperoleh derajat tinggi di sisi Allah. Juga berharap menjadi teladan bagi orang-orang bertakwa sehingga memperoleh derajat tinggi di akhirat.
Konsekuensi memilih muktsir memang derajatnya di bawah muqill jika level kesalehan dan zuhudnya setara. Karena sebagaimana kata Ibnu Umar, tidak ada kenikmatan dunia apapun yang dinikmati melainkan berkonsekunsi di akhirat nanti.
***
Dalam fikih jenazah, 3 macam sikap hidup semacam ini mempengaruhi jenis kafan yang afdal saat beliau wafat.
Jika termasuk muqill, maka kafannya sederhana.
Jika muktsir, maka baguskan kafannya.
Jika mutawassit maka di antara keduanya.
CATATAN
Saya lupa di mana membaca riwayat karpet Imam Malik sangat tebal. Insya Allah jika sudah ketemu akan saya update baik mengukuhkan maupun mengoreksi.
29 Rajab 1444 H / 19 Februari 2022 pukul 08.06