Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan kecintaan sebagian Bani Israel terhadap anak sapi yang mereka sembah itu dengan ungkapan “wa usyribū”. Allah berfirman,
Artinya,
“Diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekufuran mereka.” (Q.S. al-Baqarah: 93)
Kata usyribū berasal dari kata asyraba (أَشْرَبَ).
Makna bahasa asyraba adalah atau “menuangi hingga meresap” seakan-akan memberinya minum.
Jadi, usyribū bisa diterjemahkan “mereka dituangi hingga meresap”.
Maksud dalam ayat adalah orang-orang Bani Israel itu sangat cinta dengan berhala anak sapi mereka, sampai level seakan-akan dituangi rasa cinta itu hingga meresap dalam hati dan menyatu dengan jiwa. Mereka akan marah besar jika berhala tersebut dihinakan atau direndahkan.
***
Bagaimana bisa bangsa bertauhid bisa masuk dalam jeratan kemusyrikan menjijikkan seperti ini?
Secara rasional itu masih mungkin.
Sebab kesesatan itu bisa diajarkan dengan bahasa yang sangat halus dan indah. Awal keberhasilannya adalah memunculkan syubhat, lalu lama-lama kesesatan bisa dipandang kebenaran.
Misalnya seperti ada orang yang ngaku wuṣul (sudah sampai) pada Allah. Sudah mencapai taraf ma’rifat. Bahkan fanā’. Atau ngaku ketemu Nabi Khidir. Lalu mengaku sudah “bersatu” dengan Allah. Maka dia memerintahkan pengikutnya untuk menyembah Allah saja dan bertauhid kepada-Nya dengan cara menyembah Allah yang telah bertajalli pada dirinya!
Nah, para pengikut yang disesatkan itu merasa menyembah Allah, padahal hakikatnya mereka telah menyembah manusia dan melakukan kemusyrikan akbar tanpa sadar!
***
Sama seperti Bani Israel saat menyembah sapi betina.
Jangan pernah menyangka secara naif bahwa mereka benar-benar menyembah anak sapi sebagai anak sapi.
Tidak.
Bukan demikian.
Mereka jelas anti keyakinan seperti itu.
Yang benar adalah mereka meyakini konsepsi Allah bertajalli.
Telah terbukti bahwa Allah bertajalli di gunung Tursina, berbicara kepada Nabi Musa dan memberi wahyu kepada beliau.
Lalu saat nabi Musa tidak kembali setelah mengatakan akan memenuhi panggilan Allah selama 30 hari, mereka menyangka Allah telah marah kepada mereka, meninggalkan mereka dan tidak lagi mengurus mereka. Mereka juga khawatir Nabi Musa dibunuh, atau diwafatkan Allah karena sebuah sebab. Padahal secara psikologis mereka masih ketakutan karena baru saja dikejar tentara Fir’aun. Jika Allah meninggalkan mereka, siapa yang akan membantu mereka?
Mereka panik, dan berusaha “mengkontak” Allah dengan segala cara.
Disitulah masuk Samiri.
Mungkin Samiri waktu itu posisinya dianggap seperti waliyyullah besar di tengah-tengah mereka dengan bukti banyak yang mengaguminya dan bahkan lebih memilih ajarannya daripada Nabi Harun.
Samiri menunjukkan bahwa Allah telah bertajalli pada anak sapi betina, dengan bukti anak sapi itu bisa melenguh dan bersuara seperti sapi hidup!
Artinya kuasa Allah, qudrat Allah, dan sifat hayyun Allah mungkin dianggap telah memberkati anak sapi itu sehingga bisa membuat benda mati benar-benar hidup. Samiri bisa jadi diyakini telah mengerti rahasia asmaul husna dan mengerti sirr dari sifat hayāt Allah, dengan bukti bisa membuat Allah bertajalli pada patung anak sapi.
Begitulah awal mula kemusyrikan Bani Israel.
***
Nah lafaz usyriba ini juga dipakai al-‘Imrīṭī dalam nazhamnya tapi untuk konteks ilmu tauhid. Beliau menulis,
Yakni ilmu tauhid itu telah meresap betul pada hati hamba-hamba Allah terbaik, sehingga Allah menjadi kecintaan mereka sampai mereka tidak tahan untuk tidak mendakwahkan keagungan Allah tersebut kepada makhluk-Nya.
Pembahasan sharaf lebih detail tentang makna usyribat dan lafaz-lafaz yang lain dalam bait ke-3 nazham al-‘Imrīṭī bisa dinikmati di sini,
https://openyoutu.be/l9clRIa2-Ds?si=CBwiL5eaImYb38-m
30 September 2023/ 15 Rabi’ul Awal 1445 H pukul 13:50