Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Suatu hari, saya pergi ke tempat wisata Cangar, Batu bersama keluarga.
Sebelum berangkat, saya sempat mengamati plang masjid di dekat rumah yang bernama MASJID NUR.
Dalam perjalanan pulang, kami singgah di masjid sebelum Selekta. Ternyata nama masjidnya juga MASJID NUR!
Di waktu Ashar masih dalam perjalanan pulang, kami singgah untuk salat asar di jalan Depan Raya dekat desa Sumbersekar kecamatan Dau, dan masjidnya ternyata juga bernama MASJID AN-NUR!!
Tiga kali “kebetulan” yang luar biasa bagi saya.
Lalu saya berkata kepada keluarga:
“Semoga ini pertanda bahwa keluarga kita akan diberi nur oleh Allah.”
***
Nah, ucapan saya yang “meramalkan” kebaikan di masa yang akan datang berdasarkan tanda-tanda seperti di atas dinamakan tafā’ul (التفاءل) atau al-fa’lu (الفأل).
Optimisme semacam itu adalah kebaikan dan disukai Rasulullah ﷺ.
Bukan jenis takhayul, khurafat dan bid’ah tetapi jenis husnuzan kepada Allah. Jenis harapan dan berdoa kepada Allah. Ini tidak ada keburukannya sama sekali, malahan sesuai dengan banyak dalil dan ajaran Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Tidak ada ṭiyarah. Yang terbaik adalah fa’lu. Para Sahabat bertanya, ‘Apa itu fa’lu?’ beliau menjawab, ‘Kata-kata yang baik yang didengar salah seorang di antara kalian’.” (H.R. al-Bukhārī)
Al-Nawawī memberikan contoh tafā’ul/fa’lu yang baik sebagai berikut,
Artinya,
“Di antara contoh tafā’ul/fa’lu (optimisme) adalah punya orang sakit lalu beroptimisme dengan ucapan orang, lalu mendengar ada orang memanggil “Hai Sālim” (Muafa: makna sālim adalah orang yang sehat selamat, sembuh dari sakit. Lalu memprediksi si sakit akan sembuh dengan “tanda” ini). Atau ada orang yang sedang menginginkan sesuatu, lalu mendengar orang berkata “Hai Wajid” (Muafa: makna wājid adalah orang yang mendapatkan apa yang dicarinya. Lalu memprediksi si pencari akan menemukan yang dicarinya dengan “tanda” ini ) sehingga berkesan dalam hatinya harapan akan sembuh atau menemukan apa yang dicarinya. Wallahua‘lam.” (Syarḥ al-Nawawī ‘Alā Muslim, juz 14 hlm 220)
***
Adapun jika sepanjang hari melihat warna hitam, misalnya mimpi melihat orang berpakaian hitam, keluar rumah ketemu orang berbaju hitam, dan melihat gagak hitam terbang, lalu ketakutan karena meramalkan nanti akan terkena musibah kematian, maka jenis prediksi seperti inilah yang terlarang.
Itu dinamakan tasyā’um (التشاؤم) dan ṭiyarah (الطيرة).
Hukumnya haram karena termasuk syirik (walaupun tidak mengkafirkan) dan jenis berburuk sangka kepada Allah.
Kebiasaan masyarakat jahiliyah.
Termasuk yang semisal dengan ini adalah orang merasa akan dapat musibah karena kejatuhan cicak, mau menangis karena “keduten” di mata, mimpi buruk lalu was-was dan semisalnya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Rasulullah ﷺ bersabda, ‘ṭiyarah itu syirik’.” (H.R. Ibnu Mājah)
***
Kecuali mukmin saleh yang memang diberi firasat kuat. Bisa jadi memang melihat tanda-tanda pasti yang tidak ada keraguan (bukan sekedar was-was) sebagaimana kisah Umar bin al-Khattāb memberitahu peristiwa kebakaran hanya dari nama dan identitas seseorang walaupun beliau tidak ke TKP.
Dikecualikan juga jika prediksi tersebut berdasarkan hukum sebab akibat berdasarkan sunnatullah.
06 Juni 2024 / 29 Dzulqa’dah 1445 pada 08.10