Oleh : Ust. Muafa
Kitab fatwa berbeda dengan kitab fikih. Meskipun kitab fatwa juga mengandung pembahasan fikih, tetapi kitab fatwa sifatnya lebih luas karena kadang-kadang juga membahas persoalan akidah, hadis, tafsir ayat, tafsir hadis, i’rob dan lain-lain.
Jika kitab fatwa membahas fikih, maka yang dibahas adalah persoalan spesifik yang terjadi di tempat dan waktu tertentu. Keistimewaan fatwa adalah membahas persoalan yang tidak dibahas di kitab-kitab fikih induk, atau dibahas tetapi tidak secara lugas.
Dari sisi ini, kitab-kitab fatwa boleh dimasukkan secara umum dalam pembahasan kitab-kitab fikih. Hanya saja isinya tidak sistematis karena membahas soal-soal riil di masayarakat yang dikaji dan disikapi berdasarkan ilmu fikih. Oleh karena karekteristiknya yang menyikapi persoalan spesifik, maka hukum yang dijelaskan juga tidak bisa diberlakukan sepanjang masa sebagaimana ketentuan-ketentuan hukum yang dibahas dalam kitab fikih. Kitab fatwa ditulis untuk menyelesaikan problem spesifik, maka kesimpulan hukumnya juga hanya berlaku pada kasus tersebut atau kasus yang serupa dengannya.
Jadi, kelebihan kitab-kitab fatwa adalah lebih luas bahasannya, lebih kontekstual dengan masalah baru, dan memecahkan persoalan-persoalan spesifik yang tidak dibahas secara spesifik dalam kitab-kitab fikih. Kelemahannya, kitab-kitab jenis ini tidak sistematis, perlu perjuangan lebih untuk menguasai isinya yang tidak sistematis itu, dan tidak bisa serta merta isi fatwanya langsung dipraktekkan pada masalah baru yang dianggap memiliki kesamaan atau kemiripan dengan persoalan yang dipecahkan dalam fatwa.
Kitab-kitab fatwa dalam madzhab Asy-Syafi’i biasanya disusun atau berasal dari ulama madzhab Asy-Syafi’i yang telah mencapai derajat mujtahid madzhab atau biasanya dikenal dengan istilah ashabul wujuh (أصحاب الوجوه). Sebelum masa tahrir madzhab, dalam kitab-kitab fikih Asy-Syafi’iyyah, biasanya mereka diungkapkan dengan lafaz ashabuna (أصحابنا) atau al-ashab (الأصحاب).
Berikut ini dipaparkan enam kitab fatwa yang terkenal di kalangan penganut madzhab Asy-Syafi’i.
1. Fatawa Ibnu Ash-Sholah (فتاوى ابن الصلاح). Kitab ini adalah kumpulan fatwa Ibnu Ash-Sholah (wafat 643 H) terkait pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik tafsir, hadis, ushul dan fikih.
2. Al-Masa-il Al-Mantsuroh (المسائل المنثورة) atau Fatawa An-Nawawi (فتاوى النووي). Kitab ini adalah kumpulan fatwa-fatwa An-Nawawi (wafat 676 H) yang dihimpun oleh muridnya yang bernama Ibnu Al-‘Atthor. Fatwa-fatwa ini menunjukkan An-Nawawi telah mencapai derajat mujtahid muthlaq.
3. Qodho’ Al-Arob Fi As-ilati Halab (قضاء الأرب في أسئلة حلب) karya Taqiyyuddin As-Subki (756 H). Kitab ini berisi fatwa-fatwa di zaman As-Subki hidup untuk menyikapi peristiwa-peristiwa penting di negeri Syam. Kitab ini membahas fatwa dengan dalilnya, lengkap dengan tarjih terhadap ikhtilaf dan hujjah-hujjahnya.
4. Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubro (الفتاوى الفقهية الكبرى) karya Ibnu Hajar Al-Haitami. Kitab ini berisi fatwa-fatwa fikih yang dikeluarkan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami. Tidak semua masalah disebutkan dalilnya. Jika ada ikhtilaf madzhab maka disebutkan mana yang paling rojih. Kitab ini tidak membahas madzhab di luar Asy-Syafi’iyyah.
5. Al-Hawi Li Al-Fatawi (الحاوي للفتاوي) karya As-Suyuthi. Kitab ini adalah kumpulan fatwa As-Suyuthi berkaitan dengan pertanyaan dalam topik tafsir, fikih, hadis, ushul, nahwu, i’rob, dan bidang-bidang ilmu Islam yang lain. Di dalamnya juga ada sejumlah artikel khusus yang tidak terlalu panjang yang membahas topik-topik tertentu yang muncul di zamannya.
6. Bughyatu Al-Mustarsyidin (بغية المسترشدين) karya Ba’alawi. kitab ini adalah di antara rujukan yang cukup populer pada forum Bahtsul Masail NU. Kitab ini menghimpun fatwa-fatwa ulama Asy-Syafi’iyyah Yaman muta-akkhirin seperti Abdullah bin Al-Husain Bafaqih, Abdullah bin Umar bin Abi Bakr, ‘Alawi bin Saqqof, Muhammad bin Abi Bakr Al-Asy-khor, dan Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi .
Di Indonesia, yang termasuk digolongkan kitab-kitab fatwa adalah Ahkamul Fuqoha’ yang merupakan kumpulan bahtsul masail NU, Himpunan Fatwa/Putusan Majelis Tarjih di Muhammmadiyah, termasuk juga kumpulan fatwa-fatwa MUI.
Sayangnya, kitab-kitab fatwa ulama Asy-Syafi’iyyah di atas saat ini–di Indonesia- masih seperti “mutiara yang terpendam” di kalangan komunitas Asy-Syafi’iyyah. Belum banyak yang memberikan perhatian terhadap kitab-kitab fatwa itu dengan serius mengkaji dan memanfaatkannya untuk memecahkan persoalan-persoalan kontemporer. Padahal pemecahan hukum Islam di zaman ini sangat diperlukan mengingat banyak persoalan baru yang semakin hari semakin menggunung dan berlari lebih cepat dari produksi ijtihad dan fatwa.
Sebenarnya kitab-kitab fatwa di atas mirip dengan kitab Majmu’ Al-Fatawa Ibnu Taimiyyah dalam madzhab Hanbali. Hanya saja kitab Majmu’ Al-Fatawa di zaman sekarang lebih populer karena dikaji sangat serius oleh sejumlah ulama Hanabilah kontemporer dan dirujuk sangat intens dalam fatwa-fatwa, buku-buku, majalah-majalah, siaran-siaran dan lain-lain, baik yang daring (online) maupun yang luring (offline), berbahasa Arab maupun berbahasa Indonesia.
Oleh karena itu, demi memenuhi kebutuhan jawaban hukum Islam terhadap persoalan baru yang selalu muncul, demi memperkaya khazanah ijtihad dan fatwa kontemporer yang sangat diperlukan di zaman sekarang, dan demi menyuburkan akhlak tasamuh (toleran) terhadap variasi ijtihad yang beragam, idealnya ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah khususnya di Indonesia lebih serius mengkaji kitab-kitab fatwa itu sampai menguasainya sehingga dengan mudah sanggup merujuk teks-teks dalam kitab-kitab fatwa tersebut dan mengenalkan ijtihadnya kepada umat setiap kali datang pertanyaan yang terkait persoalan kontemporer. Upaya ini memang perlu kerja keras dan dana yang tidak sedikit. Walaupun demikian, jika hal ini digarap dengan serius, kita optimis akan lahir hasil yang diharapkan meski perlu waktu yang tidak sebentar.
Allahul musta’an