Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Ulama mazhab yang paling serius membahas “Nawaqidul Islam” (نواقض الإسلام) , yakni perkara-perkara yang membuat seseorang dihukumi keluar dari Islam bukanlah ulama-ulama Syafi’iyyah, bukan pula ulama Malikiyyah, dan bukan pula ulama Hanabilah. Justru yang memberi perhatian tinggi terhadap isu ini di kalangan ulama terdahulu adalah ulama-ulama Hanafiyyah. Hal ini diakui sendiri oleh An-Nawawi sebagaimana beliau sebut dalam kitab “Roudhotu Ath-Tholibin”. An-Nawawi bertestimoni bahwa beliau banyak menimba ilmu dari kitab-kitab karangan ulama Hanafiyyah tersebut. An-Nawawi berkata,
“Dalam kitab-kitab yang dikarang ulama pengikut mazhab Abu Hanifah rahimahullah terdapat perhatian sempurna terkait rincian ucapan dan perbuatan yang mengantarkan pada kekufuran. Mayoritas dari rincian ucapan dan perbuatan (yang mengantarkan pada kekufuran) itu adalah perkara-perkara yang sesuai dengan apa yang disebut oleh ulama-ulama Syafi’iyyah mutaqoddimin. Di sini, saya akan menyebut perkara-perkara yang bisa saya ingat pada kitab-kitab mereka.” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 10 hlm 66)
Adapun sumbangan ulama-ulama Syafi’iyyah dalam isu ini, pembahasan tentang pembatal-pembatal keislaman secara umum bisa kita temukan dalam kitab-kitab fikih mereka pada bab yang berjudul “riddah” (hal murtad). Dengan demikian, bab “riddah” dalam kitab-kitab fikih ulama Syafi’iyyah (bahkan semua ulama mazhab) sebenarnya jika diungkapkan dengan bahasa lain bermakna pembahasan tentang “nawaqidhu al-Islam” (pembatal-pembatal keislaman) atau “nawaqidhu al-iman” (pembatal-pembatal keimanan). Artinya, jika kita ingin tahu bagaimana pembahasan pembatal keislaman di kalangan ulama Syafi’iyyah, maka langkah yang tepat adalah langsung menuju bab “riddah” pada kitab-kitab fikih mereka. Atas dasar ini, bisa dikatakan bahwa semua fuqoha’ Syafi’iyyah membahas “Nawaqidu Al-Islam” dalam kitab-kitab fikih mereka.
Untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i terkait pembatal-pembatal keislaman, di antara cara cepatnya adalah mengkaji kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” karya An-Nawawi pada bab “riddah”. Berikut ini saya tuliskan contoh-contoh keyakinan, ucapan dan perbuatan yang membuat seseorang dikatakan batal islamnya, dihukumi murtad dan kafir sesudah beriman.
Di antara hal-hal yang membuat seseorang dihukumi murtad adalah,
- Mengingkari adanya Pencipta
- Menafikan sifat Allah, mengakui/mengiyakan yang bukan sifat-Nya, atau menghinakan nama Allah
- Mengingkari utusan Allah secara umum, tidak mempercayai kenabian Nabi Muhammad, mencaci nabi atau menghinakannya, mengaku nabi setelah Nabi Muhammad atau mempercayai nabi palsu
- Meyakini alam itu qodim (terdahulu), Pencipta itu hadits (baru)
- Mengingkari ayat mujma’ ‘alaiha (qoth’i), atau menambah Al-Qur’an lalu meyakini itu Al-Qur’an.
- Menghalalkan sesuatu yang jelas sudah disepakati (mujma’ ‘alaih) haram seperti zina, khomr, liwath atau sebaliknya mengharamkan yang jelas halal. Juga mengingkari sesuatu yang jelas wajib secara ijma’ (seperti jumlah rakaat salat maktubah) atau mewajibkan sesuatu yang secara ijma’ tidak wajib (misalnya meyakini salat 6 waktu, wajib puasa Syawwal), menghina perintah Allah atau janji-Nya atau ancaman-Nya (misalnya mengatakan: “Seandainya Allah memerintahkan aku begini maka aku tidak mau melakukan”, “Seandainya Allah mengubah kiblat ke arah sini maka aku tidak akan salat menghadap ke arahnya”, “Jika aku diberi surga maka aku tidak akan memasukinya”. Tapi contoh-contoh ini menurut An-Nawawi dalam madzhab Asy-Syafi’i tidak sampai mengkafirkan), mengucapkan dengan nada mengejek: “Jika Allah menghukumku karena tidak salat padahal aku sakit berarti Allah zalim”, “Aku melakukan sesuatu tanpa takdir Allah”, “Andaikan nabi-nabi dan malaikat-malaikat bersaksi maka aku tidak mempercayai mereka”, “Aku tidak mau melakukan Sunnah”, dan lain-lain.
- Berniat kafir keesokan harinya (langsung dihukumi kafir saat itu juga). Bahkan hanya sekedar rencana kafir tapi masih ragu sudah kena hukum ini. Termasuk rencana kafir mu’allaq (misalnya mengatakan, “Kalau anakku lahir maka aku pindah agama menjadi katolik”)
- Perbuatan yang jelas menghina atau mengingkari dien misalnya melemparkan mushaf dalam tinja, sujud kepada patung, menyembelih hewan untuk patung, sihir yang mengandung pemujaan terhadap matahari, berzina dengan mengucapkan basmalah dengan mengejek.
- Menuduh Aisyah, Ummul Mukminin berzina
- Mengkafirkan orang muslim tanpa takwil
- Ridha dengan kekufuran
- Menolak mengajari kafir kalimat tauhid atau merekomendasikan agar tidak masuk Islam atau menyarankan agar murtad
- Memaksa orang muslim menjadi kafir
- Mengatakan bahwa dia tidak takut kiamat
- Dan lain-lain.
Sebagian materi pembahasan “riddah” yang saya anggap penting karena terkait dengan problem zaman sekarang pernah saya angkat di situs IRTAQI. Misalnya pembahasan kafirnya seseorang jika tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam. Juga kafirnya orang jika berani menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah secara qoth’i seperti homoseksial, zina, meminum khomr dan lain-lain. Silakan dibaca artikel saya yang berjudul “Membolehkan Homoseksual Menurut Imam An-Nawawi” dan “Hukum Meragukan Kekafiran Non Muslim dalam Madzhab Asy-Syafi’i”
Sepuluh pembatal keislaman yang dirumuskan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya meringkas dan menyarikan pembahasan “riddah” dalam kitab-kitab fikih itu. Beliau hanya memilih yang sudah disepakati sebagai pembatal keislaman dan meninggalkan yang masih diperselisihkan. Di antara sepuluh hal yang dirumuskan oleh beliau, semuanya sudah disepakati para ulama bahwa hal tersebut membuat seseorang murtad kecuali satu hal yakni sihir. Untuk sihir ada perincian dan ada sedikit ikhtilaf apakah memurtadkan ataukah tidak dalam beberapa bentuknya.
Dalam sebagian kitab-kitab ulama Syafi’iyyah yang tipis-tipis seperti “Sullam At-Taufik” juga dibahas singkat masalah pembatal keislaman ini. Siapapun yang pernah mengkaji kitab ini di kampung-kampung, musholla, langgar, masjid, surau maupun ponpes insya Allah akan menemukan pembahasan “riddah” dan pembatal keislaman di sana.
Adapun kitab yang khusus membahas pembatal keislaman, salah satu karya ulama Syafi’iyyah yang paling luas membahas soal ini adalah kitab “Al-I’lam Biqowathi’i Al-Islam” (الإعلام بقواطع الإسلام) karya Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H). Kitab ini menukil bukan hanya dari ulama mazhab Asy-Syafi’i tetapi juga dari semua ulama empat mazhab. Kitab Al-Haitami itu sudah dijadikan satu bersama sejumlah kitab lain oleh Al-Khumayyis dalam kitab yang berjudul “Al-Jami’ fi Alfazhi Al-Kufr.” Saya pernah membaca pembahasan menarik dan mengejutkan dalam kitab ini, yakni informasi bahwa siapapun yang berani membaca Al-Qur’an dengan melagukan disertai iringan alat musik, maka dia dihukumi murtad!
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين