Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mau tanya ustadz. Bagaimana hukumnya mengeringkan hewan dan menjadikannya sebagai pajangan di rumah? Syukron ustadz. (Fulan)
JAWABAN
Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Insya Allah yang demikian itu tidak mengapa karena Allah menciptakan semua yang di muka bumi ini untuk kita. Allah berfirman,
“Dialah Allah yang menciptakan apa yang ada di muka bumi semuanya untuk kalian” (Al-Baqoroh; 29)
Ayat ini menunjukkan, semua yang ada di muka bumi adalah untuk kita manfaatkan selama tidak ada dalil yang mengharamkan.
Tidak ada dalil yang mengharamkan mengawetkan hewan dan menjadikannya sebagai hiasan, karena itu hukum nya kembali ke hukum asal, yakni mubah.
Yang penting cara membunuhnya harus sebaik mungkin, yakni dengan dzakat syar’i (الذكاة الشرعية) agar tidak termasuk dalam hukum bangkai dan tidak boleh ada unsur menyiksa.
Kebolehan mengawetkan hewan tidak dibedakan apakah tujuannya untuk hiasan, pendidikan maupun tujuan-tujuan syar’i yang lain. Juga tidak membedakan apakah hewannya termasuk golongan hewan yang bisa dimakan ataukah tidak.
Adapun pendapat yang mengatakan itu haram dengan alasan itu semakna dengan tashwir, serupa dengan tamatsil dan menyerupai ciptaan Allah, maka argumentasi ini lemah. Karena hewan yang diawetkan bukanlah aktivitas menggambar dan juga bukan aktivitas merupa. Tidak tepat juga itu dikatakan patung karena hewan tersebut adalah ciptaan Allah, sementara peran manusia hanyalah mengawetkannya, tidak menciptakannya.
Adapun pendapat yang mengatakan itu haram dengan alasan itu mengandung unsur menyia-nyiakan harta, maka argumentasi ini juga lemah. Alasannya, menyia-nyiakan harta yang dilarang adalah jika digunakan untuk hal yang haram. Jika untuk perbuatan yang ma’ruf atau mubah, maka tidak bisa dikatakan menyia-nyiakan harta. Sejumlah shahabat memiliki villa-villa khusus yang dikunjungi dalam musim-musim tertentu. Hal ini menunjukkan menginfakkan harta dalam perkara mubah bukan termasuk menyia-nyiakan harta.
Adapun pendapat yang mengatakan itu haram dengan alasan itu mengandung unsur tasyabbuh/menyerupai orang kafir, maka argumentasi ini lemah. Karena yang dimaksud tasyabbuh adalah meniru hal-hal yang terkait dengan kepercayaan kufur dan ciri khas kekufuran mereka. Adapun yang tidak terkait, maka tidak bisa dikatakan tasyabbuh. Kaum muslimin biasa mengimpor pakaian dari Syam, Yaman dan Habasyah. Padahal model pakaian sifatnya khas di tiap daerah. Tapi Rasulullah ﷺ membolehkan karena memang itu tidak termasuk tasyabbuh.
Asy-Syinqithi berkata,
“Hewan yang diawetkan memiliki dua kondisi. Pertama, ia disembelih dengan cara penyembelihan syar’i kemudian diawetkan, Jika hewan tersebut disembelih dengan cara penyembelihan syar’i kemudian diawetkan dan dijual, sementara dalam transaksi jual beli tersebut ada manfaat seperti untuk pendidikan atau sesuatu yang dibutuhkan, maka pada saat itu (pengawetan hewan) tidak ada masalah dan memiliki alasan untuk dibenarkan. Siapapun yang mengatakan hukumnya boleh, maka pendapatnya itu memiliki landasan kajian” (Syarhu Zad Al-Mustaqni’, juz 11 hlm 143)
Adapun jika hewan tersebut disembelih dengan cara yang tidak syar’i dan tergolong bangkai, maka status mengkoleksinya adalah makruh. An-Nawawi berkata,
“Dimakruhkan mengoleksi kotoran dan bangkai” (Al-Majmu’ juz 9 hlm 234)
Wallahua’lam.