Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Imam Ahmad termasuk imam besar, mujtahid mutlak dan ulama saleh yang sangat berilmu tetapi diuji dengan kemiskinan. Walaupun demikian beliau tetap rida dengan harta yang sempit.
Saya ceritakan kondisi ekonomi beliau dalam catatan ini untuk membuktikan bahwa sempit-lapangnya rezeki tidak terkait dengan kesalehan-kefasikan, banyak-sedikitnya sedekah, tinggi-rendahnya ilmu atau persangkaan-persangkaan batil lainnya. Yang benar adalah luas sempitnya harta itu keputusan Allah, ketentuan-Nya dan kebijaksanaan-Nya atas pertimbangan dan hikmah yang dikehendaki-Nya.
Juga agar menjadi pelajaran dan teladan praktis terkait sumber rezeki seorang dai dan ulama besar di masa lalu. Melengkapi catatan-catatan sebelumnya.
***
Pekerjaan, profesi dan sumber rezeki Imam Ahmad itu jika mau disebut dengan satu kata maka diksi yang paling mewakili adalah SERABUTAN.
Jadi kerja beliau itu memang tidak tetap.
Kerja beliau serabutan.
Apapun yang penting halal dan bisa dilakukan untuk mengais rezeki, maka akan beliau lakukan.
Beliau lebih memilih bekerja menggunakan kedua tangannya atau berakad yang tidak terkait dengan aktivitas dakwahnya daripada menggantungkan pemasukan dari pemberian orang. Sikap hidup menonjol Imam Ahmad di antaranya memang benar-benar anti dengan pemberian. Jangankan pemberian yang haram atau syubhat. Yang jelas-jelas halal sekalipun beliau tetap tegas menolaknya!
Jika ada ulama atau ustaz atau dai di zaman sekarang yang pekerjaannya serabutan, maka beliau mendapatkan teladan mulia di masa lalu, yakni Imam Ahmad ini.
***
Kajian terhadap biografi beliau yang terkait dengan sumber penghasilan akan memberi kita beberapa data sebagai berikut.
Di antara sumber penghasilan beliau adalah hasil kebun. Tidak diterangkan dalam kitab biografi apa isi hasil kebunnya. Yang jelas jumlahnya sedikit. Kebun itu adalah warisan dari ayahnya.
Ada juga hasil menyewakan toko tenun yang kecil sekali. Toko tenun itu juga warisan dari sang ayah. Harga sewanya juga tidak besar. Ada riwayat yang menunjukkan beliau hanya dapat 1,5 dirham saja dari hasil sewa!
Terkadang beliau juga bekerja sebagai penyalin naskah. Pernah terjadi saat baju beliau dicuri orang di masa menuntut ilmu, maka beliau membeli baju baru melalui upah menyalin naskah.
Pernah juga beliau menjadi kuli panggul. Ini terjadi di masa menuntut ilmu juga. Dalam safar, saat beliau kehabisan bekal, maka beliau mengontrakkan dirinya untuk menjadi kuli panggul barang-barang dengan upah tertentu.
Pernah juga beliau menenun baju lalu menjualnya. Itupun hanya mau dengan harga wajar. Tidak mau diberi harga berlebihan.
Terkadang juga beliau mencari nafkah dengan NGREMPES! Istilah ngrempes dalam bahasa Jawa jika di Batu (kota kelahiran saya) bermakna memunguti sisa-sisa sayuran dari kebun/sawah setelah panen atas izin pemilik kebun/sawah. Bisa juga ngrempes ini dilakukan di pasar pada sisa sayuran pedagang.
***
Ibnu Katsīr melaporkan bahwa nafkah utama Imam Ahmad adalah dari hasil kebun dan menyewakan itu. Sebulan hanya menghasilkan 17 dirham dan itulah yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan beliau dan keluarganya. Ibnu Katsīr menulis,
Artinya,
“Penghasilan beliau dari properti yang beliau miliki setiap bulannya 17 dirham. Itulah yang beliau nafkahkan untuk keluarganya. Beliau qanaah/nrimo dengan rezeki tersebut rahimahullah. Beliau juga bersikap tabah seraya mengharap pahala dari Allah.” (al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 14 hlm 412)
***
Sekarang kita akan mencoba menghitung penghasilan Imam Ahmad jika dikonversikan ke rupiah.
1 dirham setara dengan 2,979 gram perak.
Harga perak per gram pada Sabtu, 24 Juni 2023 menurut situs harga-emas.org adalah Rp 10.826. Dengan demikian 1 dirham setara dengan Rp. 32.250,654. Jika ini yang kita jadikan ukuran, berarti penghasilan Imam Ahmad sebulan adalah 17 x 32.207,35 = Rp 548.261,118,-!
Andai 1 dirham nilainya kita naikkan menjadi 100 rb sekalipun, maka penghasilan imam Ahmad perbulan hanyalah Rp 1.700.000,-!
Andai nilai 1 dirham nilainya kita naikkan menjadi 250 rb sekalipun, maka penghasilan imam Ahmad perbulan adalah Rp 4.250.000!
Dalam riwayat al-Bukhārī ada kesan bahwa harga seekor kambing adalah 10 dirham. Harga kambing tahun 2023 menurut berita antara 2.650.000- 3.850.000. Artinya rata-rata Rp 3.250.000,-. Dengan kata lain, jika memakai standar harga kambing di zaman Nabi ﷺ diperkirakan 10 dirham setara dengan Rp 3.250.000,-. Dengan demikian penghasilan 17 dirham kondisi terbaiknya diperkirakan setara dengan Rp.5.525.000,-!
Uang segitu dipakai untuk menafkahi dirinya dan anak istrinya!
Ingat, Imam Ahmad hidup di kota besar, yakni Bagdad. Bahkan, di zaman beliau Bagdad adalah ibukata Khilafah Abbasiyyah. Anda yang hidup di kota-kota besar semisal Jakarta, Surabaya, Bogor dan semisalnya bisa memperkirakan bagaimana perjuangan sebuah keluarga bertahan hidup jika penghasilannya sekitar 3-5 jutaan.
Wajar jika imam Ahmad juga dikenal punya utang! Pernah sampai berutang dan menggadaikan sandalnya pada tukang roti!
Sudah begitu beliau anti sekali dengan pemberian siapapun, dari khalifah sekalipun!
Pernah menolak juga jabatan hakim yang sekarang mungkin setara dengan jabatan menteri!
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
6 Zulhijah 1444 H/ 24 Juni 2023 pukul 10.47