Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Saudariku…
Tentu hatimu sangat sakit saat mengetahui suamimu menikah lagi…
Apalagi jika selama ini engkau merasa rumah tanggamu begitu harmonis…
Terasa jadi “teladan” dan “inspirasi” bagi orang lain…
Yang senantiasa ditunggu nasihat-nasihat serta tips-tipsnya membangun keluarga “sukses”…
Yang mewujudkan sakinah, mawaddah dan rahmah..
Lebih-lebih jika engkau sangat mencintai suamimu…
Apalagi jika engkau sudah merasa banyak berkorban dan berjuang mendampingi suamimu..
Apalagi jika dalam sejarah pernikahanmu dulu banyak sekali peristiwa yang membuatmu trauma…
Apalagi jika selama ini poligami adalah momok yang paling engkau takuti dalam rumah tanggamu…
Yang paling membuatmu ngeri membayangkan punya madu, lalu cemburu berat, panas hati, lalu tidak kuat, kemudian minta cerai…
Yang sering engkau sugestikan kepada suami supaya sekali-kali tidak berpikir poligami dan menduakan dirimu…
Yang sering engkau sugestikan kepada suami supaya mencari surga dari pintu amal saleh lainnya, tanpa harus berpoligami…
Tentu jika tiba-tiba suatu hari suami memutuskan poligami, seketika langit terasa runtuh di atas kepalamu…
Seakan-akan dirimu disambar geledek di siang hari…
***
Engkau merasa dikhianati…
Engkau merasa air susu dibalas air tuba..
Engkau merasa pengorbananmu tidak dihargai…
Engkau merasa habis manis sepah dibuang…
Engkau merasa suamimu egois…
Engkau merasa suamimu terfitnah wanita…
Engkau merasa suamimu tidak peduli perasaanmu…
Mungkin engkau terasa ingin mencakar wajah suamimu…
Mungkin terasa ingin melepa mulutnya dengan sambal…
Mungkin terasa ingin membakar semua pakaiannya…
Mungkin terasa ingin “memiskinkan” suami agar tidak bisa macam-macam poligami segala…
Mungkin engkau ingin menjerit…
Berteriak….
Menangis…
Meratap…
Memukul…
Atau melakukan apapun untuk melepaskan dan menumpahkan segala kekesalan hatimu…
***
Hanya saja wahai saudariku…
Seberat apapun yang engkau rasakan, ketahuilah..
Tidak ada kejadian apapun di alam mayapada ini kecuali berada dalam pengawasan Allah dan atas seizin Allah…
Termasuk terguncangnya jiwamu saat dipoligami…
Sesungguhnya, di masa lalu Bani Israel pernah mengalami kesusahan yang luar biasa hebat yang pernah ditanggung oleh manusia. Yakni disembelihi bayi-bayi laki-lakinya dan dibiarkan hidup bayi-bayi wanitanya agar bisa diperbudak.
Kesusahan sedahsyat ini tentu jauh berlipat-lipat daripada “hanya” kesusahan karena dipoligami…
Walaupun demikian, peristiwa sengeri itu oleh Allah tetap disebutnya sebagai BALA’ DARINYA!
Ujian dari-Nya!
Kesusahan dari-Nya!
Artinya, ujian susah sedahsyat apapun pada hakikatnya tetap berasal dari Allah dan atas izin Allah untuk hikmah yang dikehendaki-Nya.
Jangan pernah lupa dan melewatkan hakikat yang sangat penting ini.
Allah berfirman,
Artinya,
“(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup (anak-anak) perempuanmu (untuk disiksa dan dilecehkan). Pada yang demikian itu terdapat suatu cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (Ibrāhim: 6)
***
Selanjutnya, setelah engkau tahu bahwa semua kesusahanmu juga atas izin Rabbmu, sekarang tugasmu tinggal merenungi dan mencari tahu,
“Apa sesungguhnya pesan Rabbku ketika diuji kesusahan seperti ini?”
“Apakah karena aku terlalu mencintai suami melebihi cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya?”
“Apakah karena aku terlalu banyak melakukan dosa-dosa di masa lalu maupun dalam perjalanan rumah tangga yang tidak aku sadari, lalu aku lalai bertobat dan lalai beristigfar, sehingga Rabbku hendak membersihkanku dengan kesusahan ini?”
“Apakah aku salah niat saat membaiki suamiku, misalnya karena berharap diapresiasi suami, berharap dihargai suami, berharap diri ini memiliki kedudukan khusus di hati suami sehingga selamanya tidak dipoligami, sehingga aku ditegur keras oleh Allah karena selama ini amalku tidak ikhlas?”
“Apakah aku selama ini terlalu menikmati dunia, terlalu larut dengan romantisme, terlalu membesarkan urusan harta sehingga aku tidak sempat serius menyembah Rabbku, sering melewatkan malam dengan tidur nyenyak, bangun kesiangan, malas talabul ilmi, dan banyak mengisi hati dengan pikiran bagaimana menambah pundi-pundi uang dan investasi?”
“Ataukah sebenarnya Rabbku jauh lebih baik daripada dugaanku? Yakni tahu bahwa aku sudah berusaha maksimal menjadi wanita salehah, lalu Dia hendak meninggikan derajatku dengan diberi sedikit kesusahan, diingatkan bahwa suami bukanlah teman sejati, diingatkan bahwa cinta sejati adalah Allah, dipaksa supaya waktuku lebih banyak untuk Allah daripada untuk suami? Bukankah saat suami bermalam di rumah maduku, maka aku punya waktu full sehari untuk mengabdi dan menyembah Rabbku tanpa dikhawatirkan tidak melayani suami dengan baik? Sudah begitu ada peluang besar berkumpul dengan suami lagi di surga karena suami juga bukan orang jahat, sementara di sana sudah tidak ada iri dan dengki lagi?”
“Apakah dalam situasi seperti ini minta cerai lebih dekat daripada rida Allah, atau justru aku yang harus memperbaiki dinku karena terlalu cinta dengan duniaku?”
“Apakah aku dalam bersikap menuruti bisikan setan dan hawa nafsu ataukan petunjuk Rabbku?”
***
Renungan tiap muslimah bisa saja berbeda-beda sesuai kondisinya masing-masing.
Hanya saja semuanya sama dalam satu hal, bahwa semua ujian susah yang dahsyat itu sesungguhnya tanda Allah hendak memberikan anugerah besar yang belum diketahui.
Seperti Bani israel diuji kesusahan dashyat dengan penyembelihan anak, lalu diberi anugerah Allah luar biasa banyak seperti diberi nabi, diberi panduan kitab suci, diberi karamah, diberi dunia yang jauh lebih baik, dijadikan panutan dll.
Ingatlah, diuji poligami bukan berarti hina di sisi Allah.
Diberi monogami juga bukan tanda Allah memuliakannya.
Poligami maupun monogami hanyalah perkara duniawi.
Hanya salah satu cara Allah menguji wanita.
Agar diketahui siapa yang tabah dan tangguh di antara mereka dan siapa yang lemah jiwa dan mudah berkeluh kesah.
Juga agar diketahui siapa yang bisa bersyukur dan siapa yang tidak.
Agar diketahui siapa yang layak menjadi teladan sehingga mendapatkan amal jariah dan siapa yang gagal melewati ujian sehingga hanya menjadi remah-remah dunia yang tidak berharga dan segera dilupakan.
29 Zulhijah 1444 H/ 17 Juli 2023 pukul 14.56