Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara kisah menakjubkan terkait teladan parenting dari generasi saleh di masa lalu adalah cerita pada keluarga Nabi Ya’qub.
Saat Nabi Yusuf dibuang saudara-saudaranya ke dalam sumur, umur beliau saat itu masih belum mencapai usia dewasa. Belum balaga asyuddahu (بلغ أشده). Masih masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Masih usia remaja kira-kira.
Tetapi nampaknya, pendidikan Nabi Ya’qub kepada beliau di usia yang sangat belia itu benar-benar sukses besar!
Tidak perlu menunggu sampai usia mahasiswa, Nabi Yusuf sudah siap menghadapi kerasnya hidup, siap menghadapi kenyataan harus berpisah dengan keluarga, dan siap mandiri.
Paling tidak ada 4 karakter menonjol pada nabi Yusuf yang bisa kita simpulkan dari kisah yang diceritakan Allah dalam Al-Qur’an.
Pertama, ENDURANCE.
Di usia yang masih sangat belia, Nabi Yusuf sudah memiliki karakter tangguh, tahan banting, dan tabah. Walau diuji dengan kejahatan saudara-saudaranya, dipukuli, diludahi, ditendangi, hendak dibunuh, dan dicemplungkan ke dalam sumur, tetapi kerasnya cobaan hidup itu tidak membuat beliau burnout, depresi apalagi gangguan jiwa.
Beliau bisa menerima itu lalu cepat melakukan adjustment, menyesuaikan diri dan siap menghadapi hidup yang telah dipilihkan Allah untuk beliau. Walaupun beliau setelah itu menjadi budak di rumah pejabat kerajaan di Mesir, tetapi beliau konsisten berbuat baik, beramal saleh, belajar manajemen, belajar politik, mengasah skill dan memaksimalkan segala potensi, sampai Allah membuat semua proses belajar beliau itu bermanfaat di usia dewasa dengan diangkat menjadi pejabat besar kerajaan. Watak semacam inilah yang disebut dalam dalil dengan istilah ṣabr (الصبر).
Kedua, KONTROL HAWA NAFSU.
Sangat tampak karakter ini ketika digoda Zulaikhā. Walaupun seluruh kesempatan dan potensi zina terbuka lebar di depan beliau, tetapi beliau punya pengendalian diri yang luar biasa. Semuanya ditolak. Bahkan ketika godaan semakin membesar, yakni ketika tawaran zina bukan hanya dari Zulaikhā tetapi jika muncul dari banyak wanita-wanita istri pejabat di Mesir, beliau malah memilih dipenjara daripada menuruti hawa nafsu para wanita itu. Sungguh luar biasa sekali prinsip menjaga kehormatan yang dimiliki Nabi Yusuf.
Ketiga, KOKOHNYA PEMAHAMAN TAUHID.
Ini sangat tampak pada saat Nabi Yusuf mendakwahi dua temannya yang ada di penjara. Dialog dan isi dakwah beliau menunjukkan beliau memahami betul hakikat agama berhala yang diyakini orang-orang Hyksos, kebatilannya di mana, dan ketidaklogisannya di bagian apa. Beliau juga mengerti bagaimana cara mengenalkan Alllah, bukti keesaan-Nya dan mengapa syirik itu hal yang jahat sekali. Tidak mungkin seseorang mencapai level bisa mengkritisi pemikiran lain jika pemikiran yang dimiliki tidak kokoh dan terbukti secara meyakinkan kebenarannya.
Keempat, SIFAT PEMAAF.
Ini tampak sekali saat derajat beliau sudah diangkat dan dimuliakan Allah di dunia. Ketika Allah membuat saudara-saudaranya yang dulu menghinakannya, lalu di masa tua justru mereka yang terhina dan menghiba-hiba minta pertolongan Nabi Yusuf, beliau bukan aji mumpung lalu balas dendam. Malahan beliau dengan kemuliaan akhlak yang luar biasa memaafkan mereka semua. Tidak mencela mereka (lā tatsrība ‘alakumul yauma), lalu menisbahkan kesalahan itu kepada setan yang ingin merusak hubungan keluarga di antara mereka.
***
Entah bagaimana caranya Nabi Ya’qub menanamkan 4 karakter itu. Yang jelas, produk pendidikan sang ayah yang tampak menonjol pada Nabi Yusuf itu selayaknya menjadi inspirasi kita para orang tua saat menanamkan nilai-nilai pendidikan terpenting untuk anak.
Alangkah butuhnya kita membentuk anak-anak yang
- Tangguh
- Sanggup mengontrol hawa nafsu
- Kokoh tauhidnya dan
- Pemaaf
Sebab, 4 ilmu ini ternyata sangat riil di butuhkan dalam hidup untuk menghadapi kerasnya kehidupan.
Apalagi di zaman seks bebas seperti sekarang, zaman tiktok yang mendidik orang gampang mengeluh dan berjiwa lemah, zaman di mana ateisme dipropagandakan terang-terangan, dan zaman orang gampang bermusuhan dan bertengkar karena hanya masalah remeh.
***
Tapi hasil pendidikan itu tetap misterius.
Faktornya banyak.
Tidak bisa hanya mengandallkan kehebatan materi, josnya metode dan kecanggihan sistem.
Tetap Allah yang menentukan sesuai kelayakan masing-masing hamba.
Walaupun anak Nabi Ya’qub ada yang sehebat nabi Yusuf, tapi ada juga anak-anak beliau yang dikuasai rasa dengki sampai akhirnya berbuat maksiat, menzalimi saudara, memutus silaturahmi, berbohong dan mempertahankan kebohongan itu puluhan tahun. Walaupun demikian jejak-jejak pendidikan Nabi Ya’qub masih berpengaruh pada mereka. Misalnya mereka tahu bahwa perbuatannya mereka sebenarnya salah sehingga mereka merencanakan tobat setelah membunuh atau membuang Nabi Yusuf. Di masa tua mereka ternyata juga mengaku salah dan akhirnya bertobat. Ini menunjukkan walaupun kualitas produk pendidikan tidak sama, tapi paling tidak jejak-jejaknya masih ada yang berpengaruh.
Oleh karena itu, para orang tua tetap wajib berikhtiar memberikan materi dan pendidikan terbaik untuk anaknya. Walaupun nanti hasil akhir tetap dipasrahkan dan ditawakalkan kepada Allah.
10 Oktober 2023/ 25 Rabi’ul Awal 1445 H pukul 07:33