Soal:
Bapak Helmi memiliki kakak kandung yang tahun lalu meninggal dunia. Kakaknya meninggal dunia dengan meninggalkan keluarga: istri, anak angkat, dua saudara laki-laki kandung (termasuk Pak Helmi), ibu, dan nenek dari ibu. Harta tinggalan mayit adalah rumah senilai 500 juta-an, mobil senilai 140 juta-an dan uang sebesar 300 juta-an. Berapa bagian masing-masing dan apakah anak angkat dapat?
(Dikalimatkan ulang dari pertanyaan bapak Helmi di Malang kepada salah satu penjawab rubrik waris irtaqi.net)
Jawaban:
Dari penjelasan bapak Helmi, semoga Allah merahmatinya dan keluarganya, diketahui bahwa:
1. Muwarris/pewaris/mayit adalah kakak dari Bapak Helmi.
2. Tarikah/harta tinggalan berdasarkan data yang disampaikan adalah rumah senilai 500 juta-an, mobil senilai 140 juta-an dan uang sebesar 300 juta-an. Namun, apabila mayit memiliki harta lain selain yang disebutkan, meski itu berupa hak-hak/manfaat, maka itu tetap menjadi tarikah yang dibagi kepada ahli waris, sebab demikianlah yang diterangkan oleh ulama. Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu halaman 7725-7726 mengatakan:
Artinya:
“Tarikah secara bahasa adalah sesuatu yang ditinggalkan dan disisakan seseorang.Secara istilah, menurut jumhur selain hanafiyyah, tarikah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan mayit baik berupa harta maupun hak-hak sah secara mutlak. Jadi, tarikah bisa mencakup benda-benda fisikal/materi seperti harta bergerak dan yang tak bergerak, mencakup hak-hak ainiyyah seperti hak memanfaatkan saluran irigasi, tempat minum dan selainnya, dan mencakup manfaat-manfaat seperti memanfaatkan sesuatu yang telah disewa dan dipinjam, juga mencakup hak-hak syakhsyiyyah seperti hak syuf’ah dan hak khiyar seperti khiyar syarat”.
Maka dari itu, jika ada tarikah selain dari yang disebutkan, maka juga harus dibagi. Namun, kami akan menghitung sebatas data yang disampaikan bapak Helmi. Perkiraan yang dituliskan bapak Helmi juga kami anggap nilainya bulat, tetapi bapak Helmi bisa menghitungnya berdasarkan bagian atau prosentase yang sudah jelas menjadi hak masing-masing ahli waris.
3. Ahli waris, yakni yang memiliki hak waris, adalah istri, dua saudara laki-laki kandung, dan ibu. Adapun anak angkat, maka ia bukan ahli waris karena anak angkat tidak memenuhi salah satu dari 3 sebab yang menjadikannya ahli waris, yakni: pernikahan, nasab/hubungan kekerabatan, danwala’ (ikatan antara dua orang karena pembebasan budak). Sedangkan nenek dari ibu, meski asalnya termasuk ahli waris, tetapi keberadaan ibu menjadikan nenek gugur alias tidak mendapatkan warisan. Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Buraidah dari ayahnya bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam memberi nenek seperenam jika tidak ada ibu bersamanya (HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hadits tersebut, keberadaan ibu menghalangi nenek untuk mendapatkan bagian warisnya. Dengan demikian, ahli waris yang akan mendapatkan warisan adalah istri, dua saudara laki-laki, dan ibu.
Setelah mengetahui 3 poin di atas, selanjutnya kita bisa menentukan posisi sekaligus bagian untuk masing-masing ahli waris berdasarkan dalil syar’i.
Yang pertama adalah istri. Istri adalah ahlul faridhoh atau ahli waris yang bagiannya telah ditentukan oleh dalil dan memungkinkan bagiannya berkurang, yakni jika mayit memiliki anak.Pada kasus ini, mayit tidak memiliki anak, sehingga bagian istri penuh tidak berkurang, yaitu ¼. Dalilnya yaitu:
Artinya:
“Dan bagi mereka (istri-istri kalian) adalah seperempat dari apa yang kalian tinggalkan jika kalian tidak punya anak. Jika kalian punya anak maka bagi mereka adalah seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan setelah ditunaikan wasiat yang mereka berwasiat dengannya, atau pelunasan hutang” (An-Nisa: 12).
Dalam hadits di atas diterangkan bahwa bagian istri adalah ¼ jika mayit tidak memiliki anak. Ayat tersebut juga mengingatkan agar pembagian waris dilakukan setelah dipenuhi wasiat dan pelunasan hutangnya, termasuk juga biaya-biaya yang diperlukan dalam proses mengurus jenazah.
Selanjutnya yaitu ibu.Ibu berkurang bagiannya dari yang asalnya 1/3 menjadi 1/6 karena mayit memiliki dua saudara. Dasar ketentuan tersebut adalah ayat berikut:
Artinya:
“Dan bagi kedua orang tua (ayah ibu) setiap dari mereka mendapatkan seperenam dari apa yang ditinggalkan jika mayit tidak memiliki anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ayah ibunya (saja), maka ibunya mendapatkan sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai ikhwah, maka ibunya mendapatkan seperenam” (An-Nisa; 11).
Perhatikan lafaz yang berbunyi:
Artinya:
“Jika yang meninggal itu mempunyai ikhwah, maka ibunya mendapatkan seperenam”.
Lafaz tersebut bermakna ibu mendapatkan 1/6 jika mayit memiliki ikhwah. Pengertian ikhwah adalah saudara atau saudari, tanpa membedakan apakah sekandung, seayah, ataukah seibu, dengan jumlah minimal dua orang. Ikhwah adalah lafaz berbentuk jamak, sementara dalil menunjukkan bahwa dua sudah bisa diperlakukan sebagai jamak. Oleh karena itu, dua saudara menjadi penyebab bagian ibu yang seharusnya 1/3 menjadi 1/6.
Yang terakhir yaitu dua saudara laki-laki. Dua saudara laki-laki berposisi sebagai ashobah karena tidak ada laki-laki terdekat dengan mayit selain mereka. Ashobah yaitu ahli waris yang mendapatkan harta sisa. Dalil bahwa saudara laki-laki kandung menjadi ashobah yaitu terdapat pada surah An-Nisa’ ayat 176:
Artinya:
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi jawaban kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudari, maka bagi saudarinya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak” (An-Nisa; 176).
Perhatikan lafaz yang berbunyi;
Artinya;
“Dan saudaranya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak.”
Lafaz itu bermakna bahwa jika saudari wafat, sedangkan tidak ada ahli waris lain selain saudaranya, maka saudaranya yang laki-laki mewarisi hartanya. Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan saudara laki-laki mewarisi berapa bagian dari harta mayit, berbeda dengan saudari yang disebutkan dengan jelas bahwa bagiannya adalah ½ dari harta mayit.Hal itu bermakna bahwa saudara laki-laki mewarisi seluruh harta mayit, atau berposisi sebagai ashobah. Demikianlah yang dijelaskan oleh para ulama.Ashobah itu sendiri bisa mewarisi sisa harta, seluruh harta atau tidak dapat sama sekali tergantung kondisi. Pada kondisi ashobah hanya satu-satunya ahli waris, maka ia mendapatkan seluruh harta (sebagaimana contoh yang dinyatakan dalam ayat di atas). Namun, jika ia bersama dengan ahli waris lainnya, sebagaimana kasus keluarga bapak Helmi, maka ashobah mendapatkan harta sisa setelah ditunaikan wasiat, hutang, seluruh pembiayaan pengurusan jenazah, dan pembagian waris kepadaahlul faridhoh (dalam kasus ini ibu dan istri).
Selain ayat di atas, hadis tentang kisah dua putri Sa’ad juga menguatkan bahwa saudara adalah ‘ashobah. Abu Dawud meriwayatkan:
Artinya:
“Dari Jabir Ibnu ‘Abdillah beliau mengatakan: Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam sampai kami mendatangi (bertemu) seorang wanita Anshor di pasar, maka wanita tersebut membawa putrinya, kemudian ia mengatakan: ‘Wahai Rasulullah ini adalah dua putri Sabit bin Qais yang dia wafat bersamamu pada saat perang Uhud. Sementara paman mereka telah mengambil penuh harta mereka dan warisan mereka semua, maka dia tidak meninggalkan harta untuk mereka melainkan dia mengambilnya.Apa pendapatmu wahai Rasulallah? Demi Allah mereka tidak bisa dinikahkan selamanya kecuali mereka memiliki harta’. Rasulullah menjawab: ‘Allah akan memutuskan tentang hal tersebut’.Maka turunlah surah An-Nisa ayat (yuushiikumullah fii aulaadikum). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda: ‘Panggillah untukku wanita itu dan juga kawannya’. Maka beliau bersabda kepada paman keduanya: ‘Berikanlah mereka (dua putri) 2/3 dan berikanlah ibunya 1/8, maka apa yang tersisa adalah untukmu’. Abu Dawud berkata Bisyar salah dalam hal ini.Yang benar adalah dua putri dari Sa’ad bin Ar-Robi’ sementara Sabit bin Qais wafat pada perang Yamamah’” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadis di atas, dikisahkan Sa’ad bin Ar-Robi’ meninggal dengan ahli warisnya adalah istri, dua putri dan saudara (paman kedua putri tersebut).Ternyata Nabi memutuskan bagi istri 1/8, dua putri 2/3, dan saudara mengambil sisa harta.Dalil tersebut menguatkan bahwa saudara adalah ashobah.Kasus tersebut juga sebagai salah satu contoh ashobah yang mendapatkan sisa harta setelah dibagi kepada ahlul faridhoh.
Kesimpulan dari penataan posisi dan penentuan bagian waris di atas adalah: Istri mendapatkan ¼ harta, ibu mendapatkan 1/6 harta, dan ashobah mendapatkan sisa harta (yang dibagi dua, yakni sesuai dnegan jumlah ashobah). Kemudian, jika dihitung dengan pecahan yang lebih memudahkan dalam pembagian, maka kita gunakan pembilang 24, yaitu dengan rincian:
Bagian istri + ibu + saudara kandung (1) + saudara kandung (2) = 6/24 + 4/24 + 7/24+ 7/24= 24/24
Konversi dalam bentuk persen yang mendekati, dengan bagian istri, ibu, dan dua saudara kandung berturut-turut adalah 25% + 16,7% + 29,1%+ 29,1% = 99,9% (masih tersisa 0,1%). Namun, prosentase ini hanya bentuk pendekatan saja, perhitungan akhirnya tetap menggunakan pecahan.
Selanjutnya tinggal menghitung berdasarkan harta real yang ada. Hitungan real dengan asumsi tarikah berupa rumah dan mobil dijual dengan harga berdasarkan data yang diberikan, maka:
Total harta: 500 juta + 140 juta + 300 juta = Rp 940 juta.
Bagian istri: 6/24 x 940.000.000 = Rp 235.000.000,-
Bagian ibu: 4/24 x 940.000.000 = Rp 156.666.666,6667 (dibulatkan menjadi Rp 156.666.650,-)
Bagian masing-masing saudara kandung: 7/24 x 940.000.000 = Rp 274.166.666,6667 (dibulatkan menjadi Rp 274.166.650,-)
Sisa dari pembulatan: Rp 50,-
Namun, apabila ada tarikah lain berupa hak, manfaat, atau yang lainnya, sebagaimana apabila jumlah harta sesungguhnya tidak persis dengan data di atas, maka bapak Helmi bisa menghitungnya berdasarkan bagian (pecahan atau prosentase) yang telah disebutkan di atas.
Demikianlah penjelasan dan perhitungan kami. Apabila ada yang belum jelas, silakan kontak tim konsultasi waris irtaqi.net atau bisa dengan berkomentar pada website ini. Semoga Allah memudahkan urusan Bapak Helmi sekeluarga dalam pembagian warisan secara hukum Islam.
Dijawab Oleh: Ummu Muhammad