Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Saudara sekandung itu menggugurkan hak waris saudara dan saudari seayah.
Jadi, seandainya ada mayit punya tiga saudara, yakni,
- Satu saudara sekandung bernama Tono
- Satu saudara seayah bernama Budi, dan
- Satu saudari seayah bernama Wati
Maka keberadaan Tono itu menyapu bersih Budi dan Wati sehingga Budi dan Wati tidak mendapatkan harta warisan apapun dari mayit. Semua harta warisan dimiliki Tono 100%.
Apa dalil yang menjadi dasar ketentuan ini?
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi. Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ memutuskan,
Artinya,
“Sesungguhnya saudara dan saudari sekandung itu saling mewarisi tanpa melibatkan saudara-saudari seayah.” (H.R.At-Tirmidzi)
Dalam hadis di atas, lafaz a’yan (أَعْيَانَ) adalah bentuk jamak dari ‘ain (عين) yang bermakna jama’ah (kelompok). Jadi, makna bahasa a’yan bani al-umm adalah kelompok anak-anak ibu. Maksud dari anak-anak ibu adalah saudara dan saudari sekandung, sebab jika orang sudah memiliki ayah yang sama, maka semua anak ibu kandungnya bermakna saudara dan saudari sekandung.
Adapun lafaz ‘allat (العَلَّاتِ) dalam hadis di atas, maka itu adalah bentuk jamak dari ‘allah (العلة) yang bermakna dhorroh, yakni madu. Maksud madu di sini adalah istri lain pada kasus lelaki yang berpoligami. Jadi makna bahasa bani al-’allat adalah anak-anak madu. Maksud dari anak-anak madu adalah saudara dan saudari seayah, sebab jika orang sudah memiliki ayah yang sama, maka semua anak dari madu ibu kandungnya bermakna saudara dan saudari seayah.
Dengan demikian terjemahan hadis di atas adalah,
“Sesungguhnya saudara dan saudari sekandung itu saling mewarisi tanpa melibatkan saudara-saudari seayah”
Berdasarkan makna hadis ini, bisa dipahami bahwa saudara sekandung itu menggugurkan saudara dan saudari seayah, karena Rasulullah ﷺ menegaskan saudara dan saudari sekandung itu saling mewarisi tanpa melibatkan saudara dan saudari seayah.
Hanya saja, para ulama menerangkan bahwa jika kasusnya adalah saudara perempuan semua, misalnya mayit meninggalkan satu saudari sekandung dan satu saudari seayah, maka saudari seayah ini tidak gugur. Dalam kasus ini saudari sekandung mendapatkan ½ sementara saudari seayah mendapatkan 1/6 sebagai penyempurna 2/3.
Anggap saja satu saudari sekandung itu namanya Zainab. Satu saudari seayah itu bernama Fatimah.
Berarti, jatah warisan Zainab adalah ½ sementara jatah warisan Fatimah adalah 1/6 sebagai penyempurna 2/3.
Pertanyaannya, dari dalil mana digali ketentuan tersebut?
Jawabannya adalah, hal itu didasarkan pada Surah Al-An-Nisa’ ayat 176. Allah berfirman,
Artinya,
“Jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (An-Nisa; 176)
Dalam ayat di atas, ditegaskan jatah warisan saudari jika satu orang adalah 1/2, sementara jika jumlah saudari ini 2 orang atau lebih maka jatah warisannya adalah 2/3.
Seluruh fukaha sepakat bahwa maksud saudari dalam ayat di atas adalah saudari sekandung atau saudari seayah. Hanya saja dari sisi penerapan, maka ketentuan normal di atas bisa dipraktekkan dalam kasus hubungan persaudaraan sejenis.
Maksudnya, jika ahli waris berupa satu saudara kandung, maka dia mendapatkan ½. Jika ahli waris berupa 2 saudara kandung maka mereka mendapatkan 2/3.
Jika ahli waris berupa satu saudara seayah, maka dia mendapatkan ½. Jika ahli waris berupa 2 saudara seayah maka mereka mendapatkan 2/3.
Lalu bagaimana jika kombinasi, misalnya satu saudari sekandung dan satu saudari seayah?
Jawabannya adalah, ayat di atas tetap dipraktekkan, tetapi dengan sedikit tambahan aturan.
Saudari sekandung tetap mendapatkan ½ karena dia ahli waris yang lebih kuat, sementara saudari seayah mendapatkan jatah untuk menyempurnakan 2/3, sehingga bagiannya adalah 1/6 karena dia ahli waris yang lebih lemah. Dengan demikian saudari sekandung dna saudari seayah tetap dihitung dua saudari yang mereka berhak mendapatkan 2/3,. Akan tetapi cara pembagian hartanya tidak dibagi rata, tetapi dibagi dengan ketentuan ½ plus 1/6 karena tingkat kedekatan ke mayit yang berbeda.
Jadi, berdasarkan ayat di atas, Zainab mendapatkan ½ sementara Fatimah mendapatkan 1/6.
Dalam kasus ini saudara sekandung dan saudari seayah disamakan statusnya dengan satu orang putri bersama satu orang putri putra (بنت ابن) yang jatah warisan mereka dibagi dengan cara seperti ini (1/2 plus 1/6 penyempurna) berdasarkan hadis riwayat Ibnu Mas’ud.
Sungguh luar biasa ilmu waris dalam Islam.
Satu-dua dalil bisa melahirkan kesimpulan hukum dengan tingkat kompleksitas nalar hukum seperti ini.
Yang seperti ini hanya mungkin muncul jika pembuatnya adalah Sang Maha Pencipta alam semesta.