Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Tidak selalu rahmat Allah itu membuat tersenyum.
Hujan rahmat saja terkadang masih disertai petir yang menakutkan.
Jika rahmat dan karunia Allah saja terkadang masih disertai hal yang menakutkan, lalu bagaimana dengan murka-Nya?
Bagaimana bisa seorang hamba merasa tenang setelah melakukan dosa?
Adapun jika ketika mendapatkan nikmat dunia kemudian merasa khawatir jika setelah itu Allah uji dengan ujian yang tidak menyenangkan, maka ini perlu dirinci.
Kekhawatiran nasib buruk di masa yang akan datang bisa termasuk suuzan kepada Allah. Yakni ketika mencapai level taṭayyur. Yang dimaksud dengan taṭayyur adalah meyakini atau sangat khawatir musibah berdasarkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan masa depan.
Misalnya kejatuhan cicak, lalu merasa setelah itu dapat musibah. Ini haram, berdosa dan bentuk suuzan kepada Allah.
Adapun jika mendapatkan nikmat lalu khawatir Allah menyegerakan pahalanya di dunia, sehingga di akhirat tidak dapat apa-apa, maka ini jenis khauf/rasa takut yang terpuji. Cirinya, setelah itu lebih giat bersyukur dan lebih banyak istighfar. Abdurrahman bin Auf pernah seperti ini, yakni menangis karena makan enak sebab kahwatir pahala beliau di masa lalu disegerakan di dunia.
Termasuk semakna dengan itu adalah jika dapat nikmat, lalu khawatir tidak bisa bersyukur dengan baik, lalu Allah cabut nikmat itu, kemudian dia meningkatkan amal salehnya.
Adapun jika kekhawatiran dapat musibah itu terus menerus hidup dalam hati, maka barulah itu bentuk suuzan kepada Allah, dan terlarang karena bertentangan dengan tawakal.
18 Zulhijah 1444 H/ 6 Juli 2023 pukul 16.27