Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ada orang yang dikondisikan kafir sejak kecil, tapi karena niatnya baik, maka Allah tetap mempertemukannya dengan petunjuk dan akhirnya menjadi kekasih-Nya.
Seperti Salmān al-Fārisī.
Sejak kecil dikondisikan kufur oleh orang tuanya dan diajari agama Majusi sampai mencapai level tinggi dalam agama itu. Tapi karena beliau menuruti fitrahnya yang bersih dan rela mengorbankan apapun demi mengejar kebenaran, maka Allah mempertemukannya dengan ilmu yang benar. Akhirnya menjadi pengikut Rasulullah ﷺ.
Ciri orang baik itu justru mengorbankan dunianya demi mengejar kebenaran. Bukan malah sebaliknya, mengorbankan ilmu demi mencari dunia.
Sebaliknya ada orang yang lingkungannya baik, dikondisikan baik sejak kecil, tapi karena Allah tahu kebusukan niatnya, maka menjelang mati dibuat sesatlah dia dan akhirnya mati dalam keadaan kafir.
Seperti Qārūn.
Sejak kecil terbiasa lingkungan ajaran tauhid. Saat nabi Musa diutus pun menyatakan beriman dan serius mempelajari Taurat. Sampai mencapai level “mujtahid mutlak” jika dalam istilah kita di umat Islam. Bahkan mencapai level “kasyaf” dalam istilah tasawuf.
Tapi karena Allah tahu hatinya ingin kejayaan duniawi, mengejar kedudukan, ingin selalu tampil di muka, menginginkan keluhuran duniawinya, memburu uluwwan fil ardhi, maka Allah jadikan ilmu yang dipelajarinya itu menjadi sebab kesesatannya dan kekafirannya sampai akhirnya suul khatimah.
Jadi, jangan heran jika ada orang yang lahir di keluarga kyai, atau terbiasa lingkungan ulama, atau punya trah mulia, atau pernah menghafal Al-Qur’an, atau pernah menulis buku-buku pembelaan Islam, atau pernah aktif di pergerakan Islam, atau pernah belajar di lembaga Islam bergengsi atau lingkungan baik apapun, tapi di masa tua atau menjelang matinya malah murtad dan jadi kafir.
Semua itu karena salah niat.
Hati-hatilah dengan niat.
Lisan kita bisa mengklaim niat apapun, tapi jika isi hati kita berbeda maka pasti Allah akan menguji, memberi bala’ dan menghukum sesuai apa yang kita niatkan dalam hati. Allah berfirman,
Artinya,
“Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan.”
***
Jangankan urusan din, urusan dunia saja kita juga akan diuji sesuai niat kita.
Contoh, seorang ayah yang punya anak putri ditanya apa kriteria menantu idaman?
Beliau menjawab, ”Ya, yang penting agamanya baik, senang menuntut ilmu, bisa ceramah, bisa berdakwah.”
Indah memang lisannya.
Lalu Allah mendatangkan lelaki persis seperti kriteria itu, tapi dia miskin, tidak terkenal, dari keluarga yang bukan siapa-siapa!
Lalu sang ayah menolaknya dengan berbagai alasan atau tanpa alasan. Sebab aslinya dalam hatinya ada kretiria yang ia sembunyikan, yakni kaya atau bisa dibanggakan!
Dari situ tersingkapkah kedustaan lisannya yang mengatakan bahwa kriteria mantu hanyalah kebaikan agamanya. Sebab ternyata yang diinginkan bukan hanya baik agama, tetapi ada hal-hal duniawi minimal yang harus terealisasi.
11 Muharram 1445 H/ 29 Juli 2023 pukul 13.52