Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika seseorang saat sendiri membatasi hal-hal yang wajib, tapi saat bersama orang lain dia melakukan hal sunah, maka itu sudah termasuk riyā’! Misalnya hanya salat lima waktu. Tapi saat bersama orang lain lalu melakukan salat sunah rawatib. Padahal selama ini saat sendiri tidak pernah melakukan rawatib.
al-Gazzālī berkata,
Artinya,
“Terkadang orang riya’ itu melakukan hal-hal tadi (amalan sunah) karena khawatir dicela atau mengharap pujian. Allah swt tahu seandainya dia sendiri, maka dia tidak akan menambahi pelaksanaan yang wajib-wajib saja.” (Iḥyā’ ‘Ulūmiddīn, juz 3 hlm 303)
Termasuk juga membaca surah pendek saat sendiri. Tapi saat jadi imam membaca surah yang panjang atau surah yang jarang orang hafal yang mana orang tidak tahu akan berhenti di ayat berapa.
Adapun jika biasa sholat rawatib ketika sendiri, tapi ketika ramai-ramai sengaja tidak sholat sunah karena khawatir membuat orang-orang yang bersama kita terganggu (misal menunggu terlalu lama), maka itu bukan riya’. Motivasi khawatir mengganggu itu bentuk rahmah/kasih sayang. Bukan riya’. Tapi jika khawatir dicela, itulah yang riya’.
Adapun menduga bahwa orang lain riya’ dengan indikator dan ciri-ciri tertentu maka jika buktinya pasti dan tidak mungkin ada takwil maka boleh. Tapi jika samar, lebih baik husnuzan. Jika ulama maka lebih berhak dihusnuzani. Sebab jika sampai salah kita yang malah rugi karena bisa dihukum Allah.
Ada seorang ulama yang pernah melihat seorang laki-laki berdoa sambil menangis di masjid. Lalu dalam hatinya berkata, “Orang ini riya’.”
Apa akibatnya?
Sang ulama dihukum tidak mampu salat tahajud (entah karena lesu, atau sulit bangun atau kesibukan, dll) selama berbulan-bulan!
Itu bahaya terbesar suuzan jika sampai salah. Yakni dihukum dicabut taufiq untuk beramal saleh tertentu.
30 November 2023/ 17 Jumādā al-Ūlā 1445 H pukul 18.44