Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ajaran Nabi ﷺ dalam hal ucapan sebenarnya sudah sangat jelas.
“falyaqul khairan au liyaṣmut”.
Hendaknya ucapkan yang baik-baik saja, atau kalau tidak bisa maka diamlah.
Di antara bahaya berbicara sembarangan adalah ucapan itu bisa menjadi sebab kita diuji.
Bukan hanya ucapan nasihat. Semua ucapan kita, apapun itu, berpotensi menjadi sebab kita diuji.
***
Saat istri Fir’aun memohon agar bayi Nabi Musa yang ditemukannya tidak dibunuh karena ada harapan bermanfaat untuk Fir’aun dan istrinya, maka Fir’aun dengan angkuh mengatakan,
“Kalau manfaat untukmu, oke. Tapi kalau untukku nehi. Aku tidak butuh.”
Allah menceritakan ucapan penting istri Fir’aun tersebut sebagai berikut,
Artinya,
“Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” (Q.S. al-Qaṣaṣ: 9)
Ternyata betul, Āsiyah mendapatkan manfaat dari nabi Musa, beriman kepadanya dan diriwayatkan nanti pada akhirat akan dinikahkan dengan Rasulullah ﷺ sementara Fir’aun tidak mendapatkan manfaat dari Nabi Musa dan malah masuk neraka karena menolak dakwah nabi Musa. Setelah itu Ibnu Katsīr mengomentari,
Artinya,
“Balā/ujian itu digantungkan pada ucapan.” (al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 2 hlm 38)
Hati-hati ngomong apapun.
Kadang orang itu diuji karena omongannya di masa lalu. Agar Allah tahu dia berdusta atas omongannya ataukah jujur. Juga bentuk hukuman jika ucapannya termasuk mungkar.
“Ah, orang seperti dia bukan tipeku,” lalu ternyata malah jatuh cinta bahkan menikah dengan orang yang diremehkannya itu.
“Aku gak pa-pa kok walaupun tidak menikah”, lalu setelah itu ternyata galau luar biasa setelah diuji betul sulit dapat pasangan sehingga tidak menikah sampai usia semakin tua.
“Lebih baik aku cerai daripada bersuami seperti dia,” lalu ternyata tidak kuat juga hidup sendirian karena kesepian, sehingga bingung cari lelaki untuk menikah lagi, bahkan ada yang sampai terpaksa menelan ludah sendiri dengan mengkontak mantan suami agar mau balikan.
“Tidak usah khawatir aku naik sepeda kencang. Kalaupun tabrakan kan malah enak, langsung mati seketika tidak perlu menderita. Hehehe,” beberapa jam kemudian kejadian betul, dia mati ketabrak truk hingga kepalanya terlindas dengan otak berhamburan.
“Jangan umbar-umbar aib mantan suamimu,” tak lama kemudian karena Allah tahu hatinya tidak jujur mengungkapkan kalimat tersebut (misalnya niatnya salah: punya target agar tercitra wanita salehah), Allah membuatnya bercerai lalu segera mengumbar-umbar aib mantan suami!
“Kalau cuma amal seperti itu, saya juga bisa melakukannya. Gampang itu,” lalu Allah mempersulitnya sehingga malah sama sekali tidak bisa melakukan amal yang dientengkannya tersebut.
Dll
***
Hanya saja ini tidak bermakna kita haram berbicara, apalagi disimpulkan tidak usah memberi nasihat. Juga tidak bermakna yang sudah telanjur melakukan kesalahan tersebut tidak ada kesempatan memperbaiki.
Mustahil kita menghindar dari ucapan.
Namanya hidup sudah pasti butuh berbicara.
Tidak benar juga jika menolak memberi nasihat, karena membari nasihat itu hukumnya wajib dan termasuk hak muslim atas muslim lainya. Diberi kesempatan Allah memberi nasihat justru bentuk rahmat, anugerah dan kasih sayang Allah. Karena tandanya Allah hendak membenahi din kita dengan cara memberi nasihat melalui diri kita sendiri, lalu hendak dihapuskan dosanya dengan amal saleh memberi nasihat, juga hendak dinaikkan derajatnya dengan amal saleh tersebut, juga hendak diberi amal jariah jika nasihat kita diikuti kaum muslimin yang lainnya.
Jadi, jangan sampai ilmu ini membuat kita menolak bicara sama sekali atau menolak memberi nasihat sama sekali.
Yang benar, setelah tahu bahaya ucapan seperti ini berhati-hatilah jika bicara.
Usahakan bicara yang baik-baik saja.
Jika tidak mampu, maka diamlah.
Pastikan juga jika bicara itu benar-benar akurat, sesuai kenyataan, mengungkapkan kondisi hati dan tidak salah niat.
Setelah itu selalu meminta ‘afiyah dari Allah dan perlindungan dari-Nya agar dimaafkan kesalahan ucapan yang tidak disengaja dan tidak dihukum karena ucapan yang pernah kita lakukan.
Jika sudah telanjur pernah berbicara sesuatu yang dikhawatirkan berdampak tidak baik, maka segera bertobat, memperbanyak istighfar, minta afiyah, dan berlindung dari keburukan apa yang pernah kita ucapkan di masa lalu. Juga berlindung dari keburukan ucapan pujian orang lain kepada kita.
اللَّهُمَّ إِني أعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ ما عَمِلْتُ وَمِنْ شَرّ مَا لَمْ أعْمَلْ
اللَّهُمَّ إني أسألُكَ العافِيَةَ فِي الدُّنْيَا والآخِرَةِ
9 Zulkaidah 1444 H/ 29 Mei 2023 pukul 10.32